Sabtu, 10 November 2018

DIKAU (Terjebak dalam Ruang Nostalgia)


Sedikit tergopoh aku berusaha melayanimu dengan baik, demi membuktikan bahwa aku ingin engkau selalu berada di sini. 

Beberapa saat yang lalu engkau muncul begitu saja di depan pintu rumah ini, tak ada kabar berita sebelumnya. Setelah sekian lama engkau lenyap bak tertelan Likuifaksi.

“duh….. dimana gerangan aku akan mencarimu”, batin ini mulai resah. Terkadang berpikir “apa salah dan dosa yang kulakukan padamu hingga dikau beranjak dari tempat kita ini, walaupun yang tumbuh dihalaman rumah kita hanya bunga bakung tanpa anyelir apalagi melati, tapi ini rumah kita begitu kata ahmad Albar.

Keinginan untuk selalu bersamamu membongkar masa-masa engkau masih disini, kecerian dan gelak tawa yang hadir dari tingkahmu. Terkadang memang hadir gejolak ego tapi tidak sebanding dengan rasa itu ketika engkau ada disini, apakah aku terjebak diruang nostalgianya Raisa Andriana ?

Biarlah orang berkata apapun tentang kepergianmu, segala celoteh dan bacotan yang murah meriah hilir mudik mencoba mempengaruhiku untuk coba melupakanmu. Rindu yang kurasa tak pernah sehebat rindu ini meski mungkin kau takkan pernah tahu, kata si Once Dewa

“Tidakkkkkk….” Kataku, engkau tidak boleh pergi dariku, aku harus menemukanmu dan membawamu kembali, dengan cara apapun. Meski aku mencari seperti kisah si guru pengganti wei Minzhi dengan segala keterbatasan yang dimilikinya, dia kehilangan seorang siswanya yang berangkat ke kota karena kemiskinan yang hebat di desanya. Zhang Huike, sang siswa yang menghilang itu akhirnya dapat ditemukan oleh Guru Wei setelah melalui perjuangan yang begitu mengharu-biru. Kisah NOT ONE LESS inilah yang kembali memompa rasa rindu ini.

Hari berlalu, berita darimu tak kunjung kudengar, PING itu semakin menghilang, “mungkin kotak hitamnya terbenam ke dalam lumpur” begitu penjelasan dari Tim SAR, begitupun dengan pencarian ini, sinyal-sinyal keberadaanmu semakan redup, apakah harapan untuk menemukan telah pupus ?

Kini dikau tiba-tiba hadir didepanku, mulut ini kelu tak mampu mengucap sebait katapun, tapi lihatlah mataku ini, pancaran kegembiraan itu ada disana. Denyut nadi sedikit bergejolak, adrenalinpun terpompa, ku ingin segera memelukmu.

Ah…. Tapi engkau berlalu begitu saja dihadapanku.

Ah… apapun sikapmu saat ini aku tak peduli, kehadiranmu telah memenuhi ruang rindu ini
Melayanimu sebaik mungkin adalah prioritasku sekarang, sekejap dihadapan tergelar menu-menu kesukaanmu.

Duh… bahagianya

Engkau menikmatinya dengan lahap, bergetar indah kalbu ini, dikau telah kembali sayang, aku begitu terbuai oleh hadirmu itu, terasa indah dapur kita ini walaupun hanya berupa siraman semen cair bukan dari batu marmer.

Tiba-tiba engkau kembali berlalu, tak secuil suarapun keluar dari mulutmu yang indah itu, aku memanggilmu dengan panggilan kesukaanmu, engkau tetap berjalan tanpa menoleh sedikitpun seolah engkau berjalan dipadang rumput seorang diri tanpa seorangpun bersamamu.

Namamu terus terdengar keluar dari mulut ini, seolah tak seorangpun di sekitarmu, engkau terus berlalu hingga kegelapan malam kembali menelanmu.

Dikau telah mengoyak ruang-ruang bahagia yang mulai kususun ulang, apakah aku harus membencimu karena ini, tidak aku tetap mencintaimu apapun yang telah terjadi.

Aku terjebak di ruang nostalgiamu…..

MONTU…. MONTU…… MONTU…… Curuke’….curuke’….curuke’…… itulah panggilanku untukmu.

MONTU, memboko inde’ to bale Baulu mukande anna mupalai ora…

Begitulah para pembaca, kalau kita memelihara kucing jantan dan tiba musim kawin, maka dia tidak akan pernah betah tinggal di rumah kita dan selalu berkeliaran hingga berhari-hari.

Untuk kucing kesayanganku : MONTU


Tidak ada komentar:

Posting Komentar