Sabtu, 17 Oktober 2015

SUATU MALAM DI KERAJAAN

Malam belum begitu larut ketika keriuhan terdengar dari seberang jalan di depan gerbang istana. Beberapa pemuda segera beranjak ke sumber suara, beberapa saat kemudian orang-orang mulai berkerumun menyaksikan seorang gembala ternak kerajaan yang sedang berusaha menangkap seekor sapi yang lepas. Dengan susah payah si gembala berusaha memasukkan tali yang telah dibuatnya sedemikian rupa ke leher si sapi, akan tetapi setiap usaha yang dilakukannya selalu gagal.

Sedikit panik dan raut wajah yang agak ketakutan, dalam hati ia berkata "seandainya sapi ini tidak bisa ditangkap sampai esok pagi, maka pastilah hukuman akan dijatuhkan kepadaku".
"Gniddus, apa yang sedang kau lakukan!" sedikit bentakan dari seseorang yang ternyata adalah pengawal kerajaan yang baru tiba di tepat tersebut.
"Ini tuan, sapi yang paling besar dari tadi mengamuk sampai talinya putus dan terlepas, mungkin ketakutan karena baru saja sampai" sedikit ketakutan si Gembala tadi menjelaskan. Ngiddus si gembala kerajaan yang sudah malang melintang memelihara sapi-sapi milik kerajaan hampir-hampir merasa frustasi akibat ulah si sapi.

Kabar tersiar begitu cepat, seperti angin yang berhembus kencang menyusup masuk ke celah-celah dinding, kemudian kabar sampai ke telinga raja.
"Maaf tuanku baginda Ureh, seekor sapi milik baginda yang terlepas dan belum bisa ditangkap oleh si gembala" seorang menteri melaporkan kejadian kepada Raja Ureh
"Sapi yang mana wahai menteri?"
"Sapi yang paling besar yang Baginda minta dari Kampung Okol"
"Si Gembala harus dapat menangkap sapi itu, karena sapi itu adalah persembahan yang akan kita korbankan esok hari, kalau tidak, maka hukuman akan dijatuhkan!" Raja Ureh bertitah kepada para menterinya, yang membuat hati para menteri menjadi ciut dengan kata-kata hukuman dari baginda raja.

Lingkungan istana benar-benar dibuat riuh, para menteri menghubungi pengawal kerajaan yang terkenal cukup tangkas dalam ilmu-ilmu beladiri dan kanuragan untuk membantu Ngiddus si gembala menangkap sapi yang membuat ulah. Setelah berjibaku beberapa saat, para pengawal kerajaan dibuat pusing karena tak seorangpun yang mampu menngalungkan tali ke leher si sapi. Mereka kelelahan tapi tak seorangpun yang berani berhenti karena takut dengan hukuman dari sang raja.

Merasa kehadiran sapi tersebut besok pagi adalah hal yang sangat penting, maka Raja Ureh pun bergegas memantau langsung ke tempat tersebut diiringi beberapa pengawal kerajaan dan anak semata wayangnya Putri Irat. Di hadapan sang raja, para pengawal kerajaan berusaha dengan sekuat tenaga, namun upaya mereka tak membuahkan hasil. "Harus ada seseorang yang mampu menangkap hewan ini!" demikian baginda bertitah. Putri Irat yang sejak tadi berada di belakang baginda ureh maju beberapa langkah, dia merasa kasihan dengan para pengawal kerajaan dan si gembala yang tak mampu menangkap sapi itu dan mungkin saja esok hari akan dijatuhi hukuman dari sang raja.
"Bagi siapapun yang mampu menagkap sapi milik baginda ini, maka dia berhak meminang aku sebagai calon istrinya" tiba-tiba Putri Irat mengeluarkan pernyataan yang membuat semua orang kaget begitupun  juga dengan baginda ureh.
"Putriku apakah engkau telah memikirkan yang engkau katakan?" agak heran sang raja
"Sudah ayah, demi pengabdianku padamu dan kepada kerajaan"

Berita besarpun tersebar ke seantero kerajaan malam itu juga, beberapa pemuda tangkas bergegas ke istana memastikan berita tersebut. Diantara pemuda tersebut yang pertama kali maju ke medan pertempuiran dengan si sapi adalah Rahal, berbekal tali-temali yang sudah disiapkannya ia menghampiri sapi itu dari arah samping dengan hati-hati berusaha memasukkan tali ke leher si sapi, tapi tiba-tiba sapi bergerak cepat menghindari tali dengan memalikan kepalanya ke samping dan berlari menjauh
"Aku harus mendapatkan sapi untuk bisa mendapatkan Putri Irat" dalam hati Rahal membakar semangatnya. Tapi berusaha beberapa kali membuat ia kelelahan dan mengundurkan diri dari pertempuran.

Pemuda berikutnya yang maju ke depan dengan membawa tali andalannya, Nimsak sang pemuda yang ternyata kesehariannya juga adalah penggembala beberapa ekor sapi milik keluarganya.
"Setelah ini saya tidak akan setiap hari bersama sapi-sapi itu, akan tetapi duduk di Istana dengan Putri Irat" Nimsak mulai berkhayal akan apa yang diperolehnya nanti jika berhasil. beberapa kali mencoba teknik yang dikuasainya namun juga tidak membuahkan hasil.

Waktu berlalu, malam semakin larut, gerimispun sedikit menapaki bumi. Seorang pemudapun maju ke depan tanpa membawa bekal temali, dia mendekati Gniddus bercakap-cakap sebentar kemudian mengambil tali dari tangan si gembala, pemuda ini adalah Innuh, dia sering membantu ketika diadakan pemotongan sapi di lingkungan istana, pemuda sudah menjalani pekerjaan ini beberapa tahun sehingga dia cukup lincah menjatuhkan sapi dengan menggunakan tali-talinya. Hanya beberapa saat kemudian si sapi sudah terikat rapi di bawah sebuah pohon.

"wahai pemuda, siapakah namamu dan kau berasal dari mana?" baginda bertanya kepada pemuda ini
"Innuh tuanku, saya dari kampung Ububak"
"Apakah engkau akan menerima penawaran dari putriku?"
"Maaf seribu kali maaf tuanku, saya tidak berani menerimanya" Innuh berjongkok di hadapan baginda raja
"Kenapa wahai pemuda?, apakah karena putriku ini kurang cantik? sedikit heran sang raja
"Tidak tuanku, bagaimanalah keluargaku yang menantiku dan mendapatkan aku tidak kembali kepadanya akan tetapi tinggal di istana dengan Tuan Putri" Innuh sedikit menjelaskan.
"Siapakah keluargamu yang menantimu?, apakah ibumu atau siapa?" semakin heran sang raja
"Anak-anak dan istriku tuan"
"ohhh... begitu, suungguh mulia kesetianmu kepada keluargamu wahai Innuh, aku menghargainya dan menerima alasanmu itu, tapi permintaanku yang satu ini tidak dapat kau tolak innuh!" sabda sang raja.
"Apakah itu wahai tuanku"
" Mulai dari sekarang engkau kujadikan salah satu menteriku yang akan mengurus pertanian dan ternak-ternak di kerajaan" sang raja menutup sabdanya kemudian berlalu menuju istana diiringi putri Irat dan para pengawalnya.



(Hebat tawwa Innuh tidak mau kawin sama putri raja, tapi diangkatji jadi Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan) sebuah cerita di malam Hari raya Idul Qurban

Sabtu, 23 Mei 2015

Mendadak dangdut, yang untung siapa?


Mendadak dangdut, kali ini kita tidak sedang membicarakan film dengan judul yang sama dan dibintangi oleh si cantik dan mantanku Titi Kamal (maksudnya mantan idolaku....he...he..). Tapi mungkin inilah kata yang paling cocok dengan fenomena yang sering kita temui beberapa minggu belakangan ini, bagaimana tidak dari rumpian ibu-ibu rumah tangga sampai ketika waktu istrahat jam kantorpun dangdut, dangdut dan dangdut yang akan masuk menemui gendang telinga kita. Tukang ojek yang sementara tunggu penumpangpun sekarang jadi pengamat dangdut dadakan.
"Suara si Evi yang tinggi sangat tidak cocok dengan lagu dengan irama lembut yang  diberikan oleh juri, seharusnya dia diberikan lagu yang mengebu-gebu" begitu ujarnya. Perdebatan yang lumayan sengit kadang tak terhindarkan hanya karena masing-masing membela idola mereka, tapi sebagian besar tetap mengidolakan peserta yang berasal dari daerah mereka, siapa lagi kalau bukan Evi Masamba.
"lihat nanti,pasti Evi hanya dapat juara kedua bukan karena kualitas suaranya yang tidak bagus tapi karena dia bukan orang Jawa" pendapat salah satu dari mereka yang sedikit rasis.


Berita terakhir yang muncul di media sosial bahwa ada surat himbauan dari Gubernur Sulawesi Selatan yang mengajak kepada masyarakat Sulawesi Selatan untuk mendukung Evi Masamba pada ajang tersebut, menindak lanjuti himbauan tersebut salah satu  bupati pada Kabupaten tetangga konon telah menyampaikan himbauan kepada staf dan seluruh keluarga, camat, kepala desa dan Dinas Pendidikan untuk disosialisasikan ke sekolah-sekolah untuk mengirim SMS dukungan ke Evi Masamba.(waduh .... pak bupati, apa tidak ada urusan yang penting lagi sampai mengeluarkan himbauan resmi, masyakat itu memilih Evi bukan karena himbauan Bapak tapi karena mereka adalah fans fanatik atau keluarga Evi sendiri atau juga para dangdut mania yang memilihnya karena suara yang bagus). Apa Bapak Bupati kita juga mau ikut? saran saya janganlah pak, cukuplah Bapak jadi Bupati kebanggaan Bumi Massenrempulu, janganlah ikut-ikutan menjadi Bupati yang mendadak dangdut.

Masyarakat kita terbawa dengan euforia yang sebenarnya telah di setting oleh pihak indosiar sebagai penyelenggara acara tersebut. Ajangnya memang pencarian bakat dari musik dangdut, tapi ujung yang sebenarnya adalah Rupiah. Yang untung adalah pihak Operator sebagai perusahaan yang bergerak di bidang telekomunikasi, seperti XL layanan milik PT. Exelcomindo Pratama yang saham mayoritasnya dimiliki oleh Axiata dari Malaysia, Indosat adalah gabungan BUMN Satelindo dan BUMN Indosat tapi saham terbesarnya dipegang oleh Qtel dari Qatar.

Yang juga menikmati uang hasil keringat masyarakat kita yang telah diberikan sebagai tanda bukti cintanya kepada para peserta kontes adalah Content Provider sebagai penyedia isi layanan. Operator dan Content Provider membagi uang pemberian anda berdasarkan kesepakatan mereka misalnya 40:60, 50:50. Misalkan harga SMS Rp. 2.000 : 2 = Rp. 1.000 untuk masing-masing dikali sekian juta masyarakat kita yang menyerahkan uangnya secara sukarela, jadi kira-kira berapa ya pemasukan mereka tiap harinya?

Sementara Indosiar kebanjiran Rupiah dari iklan, bahkan rating Indosiar mampu melemparkan RCTI dan SCTV dari posisi tiga besar berkat bantuan Evi dkk (jadi wajar ya kalau indosiar memelihara Evi dkk dengan baik karena dari merekalah rupiah itu mengalir ke pundi-pundinya Eddy Kurnadi Sariaatmaja dkk). Salah satu penelitian pada tahun 2005 menyebutkan pihak televisi bisa mendapatkan 3 milyar rupiah dari iklan dengan durasi tayang sebuah reality show sekitar 3 jam, itu tahun 2005 yang artinya sepuluh tahun yang lalu. Dan bagaimana sekarang dengan jam tayang dari jam 7 malam sampai jam 2 subuh, berapa yang mereka dapatkan?

Evi Masamba juga tetap menikmati hasil dari kontes tersebut dengan adanya kontrak dengan Indosiar dan tentunya menjadi artis dangdut papan atas indonesia. Sebagai penjual suara tentunya kuntungan Evi dari segi materi nantinya pasti akan lebih dari cukup bahkan mungkin akan bergabung dalam grup sosialita Inul Daratista. Ketika nanti Evi telah menjadi artis terkenal dan mengadakan konser di sekitar kota kita, dan ingin ikut menontonnya tentunya anda harus mengeluarkan uang untuk membeli tiket, anda tidak akan mungkin masuk dengan memperlihatkan jumlah SMS keluar pada handphone anda dan mengatakan pada penjaga pintu yang berkumis tebal, rambut cepak dengan wajah masam "Aku dulu yang mendukung Evi Masamba ketika kontes di Indosiar, ini buktinya"

Jadi, bersiaplah besok pagi untuk berangkat kerja dan memulai usaha anda dan ketika malam tiba serahkanlah uang anda pada mereka?

Eh..... siapa yang matikan itu televisi, Evi belum tampil, kasi nyala ko lagi" dengan nada sedikit berteriak. Sekian 

Rabu, 22 April 2015

Mahasiswa dan Warung Coto

Aroma kuah Coto Makasar semakin menjejali hidung ketika warung kecil itu mulai tampak di depan mata, semakin mempercepat langkah ketiga mahasiswa yang baru keluar dari kampus setelah perkuliahan siang ini. Terlihat dari wajah dan penampilannya kalau mereka sering menahan lapar (yaa... wajarlah, keuangan anak kuliahan kan seperti pasang surutnya air laut, kalau tidak ada kiriman dan mau makan tinggal menuju ke kost-kosan sebelah yang berisi mahasiswi dengan alasan minta nasi buat lem, tapi yang mengherankan bagi para mahasiswi, minta nasi untuk lem tapi bawa piring trus ambil satu ikan goreng, heran ya?). Bergegas mereka masuk dan mencari meja yang kosong seperti biasa meja yang menjadi incaran mereka adalah meja agak disudut, apa hubungannya makan Coto Makassar dengan meja di sudut? mau tahu jawabannya? terus ikuti mereka !. 86 Siap.


"Wah mejanya terisi Nang", sedikit meringis menahan kepala yang sudah nyut-nyutan akibat dari uap asam lambung yang naik ke kepala, Decky menatap temannya.
"Sabar mi, sebentar lagi mereka selesai", berusaha menghibur Idul sambil menahan gejala yang sama dialami Decky.

Sambil menunggu di emperan toko yang menjadi sandaran salah satu tiang warung ini, ketiga anak muda rupanya mahasiswa salah satu perguruan tinggi di kota ini yang baru keluar dari kampus, seorang pengamen yang sepertinya nasib mereka tidak jauh berbeda menyetel senar gitarnya. (mungkin mengalihakan rasa laparnya juga ya?)

"Cepatmi, itu sudah keluarmi", bergegas mereka masuk dan menuju meja yang menjadi target mereka.
"Tiga campur daeng" setengah berteriak Nanang yang belum duduk dengan sempurna mengangkat tiga jarinya ke arah Daeng Penjual Coto.

Aroma kuah Coto Makassar bercampur jeruk nipis dari meja sebelah hampir saja membuat air liur ketiga pemuda ini hampir saja menetes membasahi meja andalan mereka, untunglah sebelum menetes dengan cepat kembali ditelan yang menimbulkan bunyi "gluk", bapak dari meja sebelah melirik mereka sambil tersenyum. Decky yang paling keras "gluknya" hanya mengetuk-ngetuk meja dengan jari tengahnya.
"Tabe' Cotota' di", dua orang pelayan mengantarkan tiga mangkuk coto dan sepiring ketupat yang menggunung. Pelayan yang pertama kembali ke meja daeng yang sedang mengisi mangkuk pesanan pelanggan yang baru masuk, tapi pelayan yang satunya menuju ke meja yang kosong dekat pintu masuk dan mengambil piring ketupat yang kondisinya sama dengan yang disodorkan ke meja 3 Nanang dan teman-temannya kemudian ketupat tersebut diletakkan di meja mereka.

Setelah menambah kecap, jeruk nipis, lombok tumis dan irisan daun bawang mereka mulai makan. beberapa menit kemudian, setelah bunyi sruuup-sruuup beberapa kali daging coto di mangkuk pemuda ini masih utuh, yang berubah hanyalah kuahnya yang semakin dangkal dan kulit ketupat di depan mereka yang semakin banyak.

"Tambah cotonya daeng", bapak di meja sebelah menyerahkan mangkuk kosongnya ke pelayan. Berbeda dengan meja disebelah si bapak, meja si bapak hanya tampak satu atau mungkin dua kulit ketupat. Mejanya hampir terbebas dari kulit ketupat, tapi di sebelahnya kulit ketupat bertebaran hampir setinggi botol kecap si daeng.

Sambil berdiri dan berjalan menuju meja daeng penjual coto, Nanang menyerahkan mangkoknya "Tambah kuahnya daeng", sambil menahan pedas dan keringat yang membasahi jidat sampai lehernya. Mangkuk Decky juga mulai mengering tinggal menyisakan potongan-potongan kecil daging, usus dan beberapa bagian lambung tampak seperti handuk yang di potong-potong, bergegas dia menuju si daeng "Tambah juga daeng", sambil menyodorkan mangkuknya ke daeng.

Idul yang melihat kedua temannya sepertinya mengalami De Javu, bagaimana tidak, mangkuk mereka yang tadinya kosong kini kembali seperti semula tanpa kurang sepotong dagingpun dan yang pasti harga yang mereka bayarkan tetap harga semangkuk Coto Makassar. Sedikit ragu Idul juga menghampiri daeng "Tambahka' juga kuahnya daeng" si daeng menerima mangkuknya sambil melirik ke wajah idul yang basah sampai ke bajunya.

De Javu betul-betul dialami ketiganya, 2 piring ketupat yang tadinya menggunung kini tinggal sebiji. "daeng masih ada ketupatta'? "
"Iye' adaji"  si pelayan mengambil piring ketupat dan menambahkan ke meja mereka.

Kejadian dari awal terulang kembali tapi kini sesekali daging coto berhasil juga menyentuh lambung mereka. Hanya beberapa saat mangkuk mereka betul-betul bersih, tinggallah meja dihadapan mereka yang penuh dengan kulit ketupat.

Sambil mengisap rokoknya dalam-dalam Nanang, Decky, Idul berjejer menuju ke meja daeng.
"Berapa daeng"
"Berapa ketupatmu?"
"13 daeng"
"Dua puluh lapan ribu" kemudian Nanang keluar sambil mengibas-ngibaskan telapak tangannya ke mukanya.
"Kalau saya berapa daeng"
"Berapa kau ketupatmu"
"12 daeng"
"Dua puluh tujuh ribu" Decky menyerahkan beberapa lembar uang 5 ribuan.
"Saya ia daeng"
"Kau ia berapa"
"15 daeng" beberapa pelanggan warung tersenyum-senyum melihat Idul karena dialah yang paling kurus diantara mereka  tapi dia yang makan ketupat paling banyak.
"30 ribu"
"Makasih daeng" Idul menyusul kedua rekannya keluar dari warung coto langganan mereka.

Setelah menikmati makanan favoritnya merekapun pulang ke kos-kosan dan membayangkan hidangan Coto Makassar yang membuat keringat mereka mengalir akan mereka nikmati lagi bulan depan, sama seperti bulan-bulan sebelumnya (dengan catatan kiriman normal dan tidak ada biaya lain-lain yang muncul dari kampus).

Bravo Mahasiswa, perjuangkan makanan favoritmu.

Bersambung....


#mengingat beberapa tahun yang lalu 

Selasa, 21 April 2015

Wahai Anakku

Wahai Anakku....
Saat itu ibumu masih bermain dengan sang kakak dan tetap melakukan rutinitasnya setiap hari tanpa ada perubahan dari hari-hari sebelumnya. Tanpa disadarinya, pembuluh syaraf, organ pencernaan dan indramu mulai terbentuk.
Beberapa minggu kemudian, ibumu tampak kurang bersemangat, sering merasa kedinginan tapi naluri sebagai seorang ibu selalu hadir dalam hangatnya keluarga, ibumu semakin bertanya-tanya kalau gejala yang dirasakannya memang seperti dugaannya, dan engkaupun berubah sangat cepat, bentukmu sudah menyerupai manusia, jantungmu mulai berdetak, jari-jarimu mulai tampak,tulang mulai menggantikan tulang dada.
Wahai Anakku ....
Dugaan ibumu memang benar, dia tampak sangat menderita ketika mual dan muntah-muntah sepanjang hari, hari demi hari dilalui dengan berbaring di tempat tidur sambil membungkus tubuhnya dengan selimut tebal. Rutinitas kesehariannya kacau balau, bermain dengan sang kakakpun kini tak pernah lagi. Sedemikian parahnya hingga ibumu sempat dirawat di Rumah Sakit selama beberapa hari. Saat itu sistim peredaran dan saluran kencingmu mulai bekerja serta organ reproduksimu mulai berkembang.

Haripun berlalu, semangat ibumu berangsur pulih, muka yang pucat kian berseri, kakak yang beberapa minggu ini merindukan pelukan dan ciuman dari ibu kini dapat merasakannya kembali walaupun hanya sesekali. Ketika itu bentuk kepalamu mulai terlihat, pucuk-pucuk gigi mulai tumbuh dan refleks mengisap serta menelanmu mulai berkembang.

Hari perjanjianmu dengan sang Khaliqpun tiba, hari itu Allah bertanya kepadamu "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" dan engkaupun menjawabnya "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". Ketika engkau menerima persyaratan yang telah ditentukan sang Khaliq, maka ibumupun merasakan kehadiranmu, saat itu rambut dan alismu mulai tampak serta lapisan pelindung verniks menutupimu.

Wahai Anakku ....
Rutinitas ibumu semakin hari kian padat, saat-saat menunggu kahadiranmu sangat menyibukkannya. Anakku, bentuk ibumu sangat berubah, dia makan sedikit tapi sering, berat badannya semakin meningkat. Kala itu sidik jari tangan dan kakimu mulai tampak dan matamupun mulai terbuka

Persiapan ibumu semakin lengkap, semangatnya untuk bekerja di rumah juga makin tinggi. Ibumu sering mengatakan  "Banyak menggerakkan badan itu, akan memudahkan dalam persalinan kelak". Pada masa itu engkau mulai mengisap jempol cegukan & menangis, rasa manis dan asam mulai kau kenali, engkau mulai merespon rasa sakit, cahaya dan suara. "Dia menendang" ibumu sering berujar demikian ketika merasakan gerakanmu yang terkadang di sebelah kiri dan sebelah kanan perut ibumu.

Saat otakmu tumbuh pesat dan kebutuhanmu akan kalsium, zat besi, protein makin penting. Organ tubuhmu telah terbentuk dengan baik namun paru-parumu belum cukup matang. Anakku, kakak dan ibumu semakin kompak, mereka sering jalan-jalan ketika pagi dan sore hari, aktivitasnya dirumahpun tak berubah, mencuci piring dan pakaian, memasak, membersihkan rumah, bermmain sama kakak, "Hitung-hitung olahraga", ia sering berujar demikian.

Wahai Anakku...
Aktivitas jalan-jalan pagi dan sore hari ibumu dan kakak semakin sering dan waktunyapun kian lama, sebelumnya mereka hanya keluar sekitar 30 menit tapi sekarang kadang mereka keluar sampai 1 jam lebih. segala sesuatu untuk menyambutmu hampir sempurna. "kapan harinya ibu", beberapa tetangga sering bertanya pada ibumu demikian. Paru-parumu sudah matang 85-95%, engkau tumbuh semakin besar hingga menjadi kurang aktif karena keterbatasan ruang yang engkau miliki.

Malam itu ibumu merasakan sakit yang kadang-kadang muncul, kamipun menuju Rumah Sakit dan menanti kahadiranmu. Malam yang dilalui ibu adalah malam yang serasa sangat panjang. Nak, malam itu ibu tidak tidur, sakit yang dirasakannya sangat hebat hingga sesekali dia menangis, mengerang dan itu dilaluinya semalaman, anakku.

Ketika Adzan subuh berkumandang, tangisan pertamamupun terdengar, tangis haru kami mengiringinya, lepaslah sudah penderitaan ibu (tapi yakinlah anakku dia tidak pernah sedetikpun menyesalinya apalagi mengutuk rasa sakit dan derita yang dialaminya). 

Wahai Anakku...
Kini, setelah beberapa bulan kelahiranmu engkaupun semakin lincah, beberapa katapun telah engkau ucapkan dengan sempurna. Engkau jadi bidadari di keluarga ini, anakku.

Semoga engkau selalu menyadari perjanjianmu dengan Sang Maha Pencipta sebelum engkau lahir, maka tugasmu untuk hadir di Bumi-Nya Allah dapat engkau penuhi untuk Beribadah dan menyembah hanya kepada-Nya.


untuk anakku Alzena Badzlin





Selasa, 14 April 2015

Bermain sama kakak





Temaram sore ini begitu indah
Tak ada deru angin yang memburu
Tak ada air mata yang menetes
Apalagi darah yang mengalir
Hanyalah gerimis yang sesekali menampakkan diri
Menerpa tubuh mungil ini.

Wahai anakku, bermain engkau sepuas hatimu, karena hidup seoarang anak adalah bermain

Wahai anakku, berlari secepat yang engkau bisa, karena kelak engkau tak bisa lari dari takdirmu

Wahai anakku, lepaskan tawamu... lepaskanlah....

Jumat, 27 Maret 2015

Black Market Batu Sisik Naga Enrekang


Booming batu akik yang melanda negeri ini semakin tak terbendung lagi, bahkan lika-liku dan saling sikut para para politisi dari level senayan hingga tingkat paling rendahpun tidak mampu menggeser animo masyarakat untuk mencari tahu tentang batu akik ini. Bahkan para politisi inilah yang menjadi sasaran penjualan yang tervavorit bagi para penjual batu akik, karena merekalah yang memiliki uang serta gaya hidup yang kadang "WAH".

Momentum ini mampu dilirik oleh beberapa tokoh pemuda di salah satu wilayah pada Kabupaten Enrekang yaitu Kecamatan Baraka. Berawal dari adanya keluhan dari masyarakat di desa-desa sekitar ibukota kecamatan bahwa mereka banyak memiliki batu kura-kura dan sisik naga yang berkualitas namun karena mereka tidak tahu mau menjual kemana, akhirnya si batu berkualitas ini terjual dengan harga yang sangat murah dengan alasan asalkan jadi uang dari pada tinggal di rumah.

Kegelisahan masyarakat dapat ditangkap oleh para pemuda ini, kemudian ide ini diserahkan kepada pemerintah dalam hal ini Pihak Kelurahan Baraka, Pihak Kecamatan baraka bahkan dari Pihak Kepolisian siap memberikan surat izin keramaian, hanya dalam beberapa  hari sosialisasi tibalah waktunya untuk Grand Opening. Ternayata antusias masyarakat sangat besar bahkan diluar dari perkiraan sebelumnya, sebelum kegiatan terlaksana pihak penyelenggara mengatakan bahwa mungkin untuk pertama kalinya nanti hanya orang-orang baraka yang akan hadir pada kegiatan tersebut, kenyaataan yang muncul pada malam itu pengunjung yang nota bene para hobbies dan para pedagang batu bermunculan dari delapan penjuru mata angin (lintas kecamatan bahkan ada beberapa dari kabupaten tetangga).

Permasalahanpun muncul karena pihak penggagas ide ini hanya menyediakan aliran listrik di sekitar lokasi dan para peserta/pedagang yang membawa mata lampu sendiri, hal inilah yang tidak diketahui oleh pengunjung dan para penjual yang ikut menggelar batu-batu andalan mereka. Penerangan hanya mengandalkan lampu-lampu jalan yang ada di sekitar lokasi, sehingga para pengunjung ada yang berkomentar "wah, ini pasar gelap batu sisik naga".

Tapi diluar dari permasalahan yang muncul sebagai bahan evaluasi bagi para penggagas ide cemerlang ini, kegiatan ini membawa angin positif  bagi perekonomian masyarakat Kecamatan Baraka dan kabupaten Enrekang secara menyeluruh sebagai nilai tambah pendapatan diluar dari rutinitas keseharian mereka yang sebagian besar petani. Dari sisi wisata keluarga, kegiatan ini bisa menjadi destinasi wisata malam mingguan bagi keluarga untuk menghabiskan malam bersama keluarga di luar rumah.

Setelah sukses pada kegiatan pertama tersebut maka pihak penyelenggara dan penggagas ide sepakat untuk melaksanakan kegiatan tersebut setiap akhir pekan yaitu pada setiap malam Minggu.